Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 92 Tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Sekretariat Daerah

Kedudukan :

Bagian Administrasi Pembangunan dipimpin oleh Kepala Bagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Daerah

Tugas :

Bagian Administrasi Pembangunan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan pembangunan, pengoordinasian dan pengendalian pelaksanaan tugas pembangunan oleh Perangkat Daerah, pelaksanaan pembinaan administrasi di bidang kebijakan pembangunan, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan pembangunan.

Fungsi :

  1. pengoordinasian perencanaan program kegiatan Bagian Administrasi Pembangunan;
  2. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan di bidang kebijakan pembangunan, pengendalian pembangunan, evaluasi, dan pelaporan pembangunan;
  3. pengoordinasian dan penyiapan bahan perumusan kebijakan pembangunan;
  4. pengoordinasian pengendalian pelaksanaan kebijakan pembangunan;
  5. pengoordinasian pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan pembangunan;
  6. pengoordinasian pelaksanaan reformasi birokrasi, inovasi, sistem pengendalian internal pemerintah, zona integritas, ketatalaksanaan, dan budaya pemerintahan pada Bagian Administrasi Pembangunan;
  7. pengoordinasian pengelolaan kearsipan dan perpustakaan Bagian Administrasi Pembangunan;
  8. pengoordinasian pelaksanaan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan Bagian Administrasi Pembangunan;
  9. pengoordinasian pelaksanaan pemantauan, pengendalian, evaluasi, dan penyusunan laporan Bagian Administrasi Pembangunan;
  10. pembinaan dan pengoordinasian fasilitasi kelompok jabatan fungsional pada Bagian Administrasi Pembangunan;
  11. pengoordinasian penyelenggaraan kegiatan administrasi umum, kepegawaian, perencanaan, evaluasi, pelaporan, keuangan, dan aset Bagian Administrasi Pembangunan; dan
  12. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan yang berkaitan dengan bidang tugas Bagian Administrasi Pembangunan.

 


Bagian Administrasi Pembangunan, terdiri atas:

 

A. Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan;

Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan dipimpin oleh Sub Koordinator yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Administrasi Pembangunan.

Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pengoordinasian, pembinaan, fasilitasi, pemantauan, dan evaluasi kegiatan kebijakan pembangunan.

Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan mempunyai fungsi :

  • penyusunan perencanaan kegiatan pada Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan;
  • penyiapan bahan dan penyusunan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi penyusunan sinergitas kebijakan program prioritas pembangunan;
  • penyusunan pedoman pelaksanaan kebijakan pembangunan;
  • pelaksanaan pengelolaan sistem informasi manajemen yang mendukung pelaksanaan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • penyiapan bahan dan pelaksanaan kegiatan administrasi umum, kepegawaian, perencanaan, evaluasi, pelaporan, keuangan, dan aset Bagian Administrasi Pembangunan;
  • pelaksanaan fasilitasi kelompok jabatan fungsional pada Bagian Administrasi Pembangunan;
  • fasilitasi dan koordinasi pelaksanaan reformasi birokrasi pada pada Bagian Administrasi Pembangunan;
  • pelaksanaan reformasi birokrasi, inovasi, sistem pengendalian internal pemerintah, zona integritas, ketatalaksanaan, dan budaya pemerintahan pada Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan;
  • pelaksanaan pengelolaan kearsipan dan perpustakaan Bagian Administrasi Pembangunan;
  • fasilitasi dan koordinasi tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan pada Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan;
  • pelaksanaan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan pada Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan;
  • pengelolaan kearsipan pada Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan;
  • pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pada Kelompok Substansi Kebijakan Pembangunan; dan
  • pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugas Bagian Administrasi Pembangunan.

 

B. Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan

Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan dipimpin oleh Sub Koordinator yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Administrasi Pembangunan.

Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pengoordinasian, pembinaan, fasilitasi, pemantauan, dan evaluasi kegiatan pengendalian kebijakan program prioritas pembangunan.

Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan mempunyai fungsi:

  • penyusunan perencanaan kegiatan pada Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan;
  • penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang pengendalian pembangunan;
  • pengendalian pelaksanaan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • koordinasi dan sinkronisasi pengendalian pelaksanaan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • penyusunan pedoman, petunjuk teknis, dan petunjuk pelaksanaan pengendalian pelaksanaan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi pengendalian pelaksanaan pekerjaan penyedia jasa lainnya orang perseorangan;
  • pelaksanaan reformasi birokrasi, inovasi, sistem pengendalian internal pemerintah, zona integritas, ketatalaksanaan, dan budaya pemerintahan pada Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan;
  • pengelolaan kearsipan pada Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan;
  • pelaksanaan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan pada Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan;
  • pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pada Kelompok Substansi Pengendalian Pembangunan; dan
  • pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugas Bagian Administrasi Pembangunan.

 

C. Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan

Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan dipimpin oleh Sub Koordinator yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Administrasi Pembangunan.

Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pengoordinasian, pembinaan, fasilitasi, pemantauan, dan evaluasi kegiatan evaluasi dan pelaporan pembangunan.

Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan mempunyai fungsi :

  • penyusunan perencanaan kegiatan pada Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan;
  • penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang evaluasi dan pelaporan pembangunan;
  • pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi evaluasi pelaporan pelaksanaan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • penyusunan rekomendasi hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • penyusunan pedoman, petunjuk teknis, dan petunjuk pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan program prioritas pembangunan;
  • penyiapan bahan dan pelaksanaan pengelolaan data dan sistem informasi manajemen evaluasi dan pelaporan pembangunan dan penyedia jasa lainnya orang perseorangan;
  • pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pekerjaan penyedia jasa orang perseorangan;
  • pelaksanaan reformasi birokrasi, sistem pengendalian internal pemerintah, zona integritas, ketatalaksanaan, dan budaya pemerintahan Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan;
  • pelaksanaan pengelolaan kearsipan Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan;
  • pelaksanaan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan;
  • pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan Kelompok Substansi Evaluasi dan Pelaporan; dan
  • pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugas Bagian Administrasi Pembangunan.

Berdasar Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 92 Tahun 2021 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kota Yogyakarta (download disini)

 

I     BATAS WILAYAH
      Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten
      Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut
      Sebelah utara : Kabupaten Sleman
      Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
      Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
      Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman
     Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 2419II sampai 110o 28I 53II Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 4926II Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas permukaan laut


II     KEADAAN ALAM
      Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu :
      Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong
      Bagian tengah adalah Sungai Code
      Sebelah barat adalah Sungai Winongo


III     LUAS WILAYAH
      Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY
      Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 428.282 jiwa (sumber data dari SIAK per tanggal 28 Februari 2013) dengan kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/Km²


IV     TIPE TANAH
      Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan.  Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan)


V     IKLIM
      Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%.  Angin pada umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220°  bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam


VI     DEMOGRAFI
      Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000 tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.197/km².  Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun.

Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.

Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.

Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756

Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945.  Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan massih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.  Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas.  Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang.  DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.  Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.  Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab.  Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.